Sabtu, 30 November 2013

ACM Bagian III: METODE ACM SANGAT EFEKTIF UNTUK PROGRAM PERCEPATAN PENUNTASAN BUTA AKSARA

Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Dengan pendidikan yang bermutu, akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya kualitas pendidikan nasional.

Oleh sebab itu, perlu adanya penyempurnaan terus-menerus dan berkesinambungan agar kualitas pendidikan semakin meningkat. Usaha pemerintah untuk mewujudkan peningkatan kualitas manusia Indonesia salah satunya adalah dengan meningkatkan pembangunan pada sektor pendidikan.

Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dalam rangka meningkatkan pendidikan dan kemampuan warga belajar tersebut pemerintah menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah, berkesinambungan  dan berjenjang, memiliki aturan yang ketat dan pendidikannya berupa pendidikan formal. Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang mencakup pendidikan in formal dan non formal, diselenggarakan diluar sekolah, yang tidak harus berkesinambungan  dan berjenjang.

Upaya pencapaian tujuan pendidikan luar sekolah dapat ditempuh melalui berbagai program antara lain seperti kursus, pelatihan , magang, life skill, pendidikan kesetaraan dan satuan pendidikan lainnya. Untuk mengembangkan kemampuan masyarakat ini, salah satu bentuk kegiatan yang diselenggarakan melalui pendidikan luar sekolah adalah program pendidikan keaksaraan, yaitu program pendidikan  yang memberikan kesempatan bagi masyarakat yang buta aksara guna mendapatkan pendidikan dan keterampilan (skill) yang belum mereka kuasai. Program pendidikan keaksaraan merupakan salah satu pendidikan alternatif guna mendukung suksesnya gerakan nasional wajib belajar sembilan tahun (Masdjudi,2009;2).

Permasalahan yang saat ini terjadi di Indonesia adalah tingginya tingkat warga buta aksara yang disebabkan oleh kurangnya kesempatan belajar yang dapat diperoleh karena tingkat kemiskinan yang cukup tinggi sehingga warga tidak mampu memfasilitasi dirinya untuk belajar. Kebutaaksaraan  merupakan masalah yang terjadi hampir di semua negara. Buta aksara  juga sering menyebabkan seseorang tidak berpenghasilan tetap sehingga produktivitas mereka relatif rendah. Sebagaimana Muhsin (2006:37) menjelaskan bahwa pemberantasan buta aksara merupakan salah satu program pendidikan luar sekolah yang sampai saat ini sedang dilaksanakan dan menjadi bagian integral dari upaya pemerintah untuk mengentaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan  dan  ketidakberdayaan. Karena kebutaaksaraan menjadi pembatas bagi seseorang untuk tidak bisa masuk ke bursa lapangan kerja profesional.

Dikeluarkannya Intruksi Presiden No.5 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara  pada tahun 2006 (Masdjudi,2009;2), merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan buta aksara di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah sudah berkomitmen untuk mencapai target penuntasan buta aksara yang ditargetkan tercapai pada tahun 2009. Jika pada tahun ini target terpenuhi, maka pemerintah  akan bisa memenuhi 50% dari total penyandang buta aksara nasional. Penyandang buta aksara usia 15 tahun ke atas harus diturunkan menjadi lima persen atau 7,7 juta manusia pada tahun 2009, dari 10,21 pesen atau 15,4 juta penduduk pada tahun 2004. Target ini sesuai dengan target nasional, yakni pada tahun 2009 penduduk buta aksara tinggal 5% saja.

Tentu saja hal ini merupakan pekerjaan rumah yang berat dan memerlukan upaya serta pendanaan yang tidak kecil serta penanganan yang lebih serius. Data mutakhir yang dirilis Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas, 2010) bahwa angka penderita buta aksara saat ini mencapai 8,4 juta jiwa. Sekitar 65% atau 5,46 juta jiwa di antaranya adalah kaum perempuan dengan usia rata-rata di atas 40 tahun. Menurut Dirjen PNFI, Hamid Muhammad (2010), setiap tahun, 880 ribu anak Indonesia berpotensi buta aksara. Jumlah tersebut berasal dari daerah terpencil sekitar 300 ribu anak, dan 580 ribu atau 1,7% dari 1,29 juta anak-anak SD yang putus sekolah antara kelas 1 dan 3 (www.yipd.or.id, 20 September 2010).

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa implementasi program  atau penuntasan buta aksara masih mengalami cukup banyak kendala, antara lain karena rendahnya minat dan motivasi belajar warga belajar, kesulitan tutor untuk memulai pembelajaran, dan belum semua desa dapat teridentifikasi jumlah penduduk yang menyandang buta aksara. Penyebabnya antara lain adalah warga belajar masih malu dan belum tahu manfaat nyata mengikuti pembelajaran, mereka pada umumnya sibuk bekerja mencari nafkah sehingga tidak memiliki waktu untuk belajar serta terbatasnya jumlah modul dan bahan ajar serta kesempatan mengikuti pelatihan menyebabkan para tutor mengalami kesulitan memulai dan mengelola proses pembelajaran (Muhsin,2006;37).

Selain kendala yang dihadapi, selama ini program penuntasan buta aksara  juga belum diketahui secara pasti apakah hasil yang telah dicapai sesuai dengan tujuan, waktu, dan hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaan program penuntasan buta aksara terdapat kelemahan-kelemahan, baik dari segi kualitas penyelenggaraan maupun kualitas hasil belajar atau lulusan yang masih sangat jauh dari yang diharapkan. Kelemahan-kelemahan ini antara lain adalah disebabkan target waktu yang tidak sesuai dengan program pembelajaran yang telah ditentukan. Selain target waktu, keberhasilan warga belajar dalam belajar juga dipengaruhi oleh faktor metode pembelajaran yang digunakan oleh tutor dalam mengajar. Warga belajar dapat mencapai prestasi belajar yang maksimal bila seorang tutor tepat dalam menerapkan metode pembelajaran.

Menurut Kuntoro (2007;24-25)  permasalahannya bukan semata-mata terletak pada peserta belajar (seperti halnya anak-anak yang sering tidak masuk sekolah), tetapi terletak pada isi program dan metode pembelajarannya. Selain warga belajar, unsur terpenting yang ada dalam kegiatan pembelajaran keaksaraan adalah tutor. Seorang tutor dalam menyampaikan materi pembelajaran perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelompok sehingga warga belajar merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Menurut Kamil dalam (Ali,2007:301) seorang tutor harus mampu membaca situasi perilaku dari warga belajar untuk mengarahkan pada tujuan.

Satu permasalahan penting dalam penyelenggaraan pendidikan keaksaraan adalah aspek metodologi. Hal ini kemudian di jabarkan oleh Djamarah (2002:87) bahwa efektivitas penerapan metode dapat terjadi apabila ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran, sebagai persiapan tertulis. Karena penggunaan metode seharusnya dapat menunjang pencapaian tujuan pengajaran. Metode merupakan bagian yang sangat penting, karena “dapat diketahui keaktifan peserta dalam melaksanakan kegiatan belajarnya” sebagaimana yang dijelaskan oleh Marzuki (1996/1997;24). Metode menurut Joesoef  (1999;114) adalah “suatu kerangka kerja dan dasar-dasar pemikiran digunakannya cara-cara yang khusus. Metode merupakan jalan menuju suatu tujuan. Sedangkan teknik merupakan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan”.

Program penuntasan buta aksara yang dicanangkan oleh pemerintah bertujuan supaya para penyandang buta aksara memperoleh keterampilan dasar untuk membaca, menulis, berhitung, memperoleh keterampilan-keterampilan fungsional yang bermakna bagi kehidupan sehari-hari serta mampu berbahasa Indonesia sehingga mereka mampu meningkatkan kualitas kehidupannya. Kegiatan pembelajaran harus dapat meningkatkan perolehan pengetahuan dan keterampilan membaca, menulis dan berhitung yang perlu di kuasai peserta didik (Masdjudi,2009;14).

Fokus pembelajarannya adalah mengoptimalkan penguasaan hasil pembelajaran secara tuntas. Sebagaimana dijelaskan oleh  dinas P dan K Propinsi Jawa Timur bahwa program percepatan harus disusun berdasarkan tiga tahap standar kompetensi  yaitu (1) standar yang berdasarkan pengembangan keterampilan dasar yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari warga belajar.(2) tahap pembinaan yang dapat membantu warga belajar memanfaatkan calistung dalam kehidupan sehari-hari. (3) tahap pelestarian yang dapat membantu warga belajar dapat meningkatkan taraf hidup (Muchsin, 2006:39).

Supaya gerakan penuntasan buta aksara dapat berjalan baik dan efektif, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dengan mengoptimalkan segala potensi yang ada dan salah satunya adalah dengan mengembangkan metode pembelajaran keaksaraan yang inovatif.

Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran buta aksara di lapangan akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya program percepatan penuntasan buta aksara. Untuk itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang inovatif dan memiliki waktu yang relatif lebih singkat. Metode pembelajaran adalah upaya yang dilakukan untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif serta mampu meningkatkan prestasi belajar WB buta aksara. Karena metode pembelajaran yang tidak tepat akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran sehingga banyak waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia.

Oleh karena itu metode yang diterapkan tutor baru  dikatakan berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Semakin baik pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai akan semakin efektif. Hal ini menunjukkan bahwa tutor dapat memilih metode yang tepat dan yang sesuai dengan tujuan pelajaran yang akan dicapai maka tujuan itu akan lebih mudah dicapai. Guna mengetahui efektif atau tidaknya suatu metode pembelajaran, perlu diujicobakan dan hasilnya dibandingkan dengan hasil belajar yang dicapai warga belajar dengan menggunakan teknik pembelajaran lain.

Ada beberapa alternatif metode pembelajaran buta aksara yang dapat dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran yang akan diselenggarakan. Salah satunya adalah metode ACM, adalah suatu teknik pembelajaran membaca dan menulis yang digunakan oleh tutor dalam membelajarkan warga belajar dan dilaksanakan selama 12  kali pertemuan dan 90 menit setiap harinya dengan alokasi waktu pembelajaran selama 1,5 jam, sehingga pada akhir program dapat mencapai 18 jam belajar efektif. Untuk selanjutnya proses pembelajaran diselenggarakan dengan menggunakan bahan belajar dan alat peraga tertentu yang relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. (Panduan Mengajar Tutor Metode ACM, 2010)

Pembelajaran buta aksara tingkat dasar dengan ACM menggunakan pendekatan dan teknik serta strategi baru yang berbeda dengan metode yang konvensional, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan praktis, efektif dan efisien.  Dalam buku panduan mengajar tutor (2010;3) dijelaskan bahwa keunggulan Metode ACM adalah dengan memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, mulai dari materi awal proses pembelajaran sampai pada materi akhir proses pembelajaran. Metode ACM disusun dengan memenuhi standar pembelajaran inovatif, yaitu mudah, cepat dan menyenangkan. Standar ini dapat dipenuhi apabila diajarkan sesuai dengan petunjuk pengajaran yang telah ditentukan dalam panduan belajar.

Proses pembelajaran dengan Metode ACM dilaksanakan dengan cara yang sederhana dan dapat diterapkan oleh para tutor. Meskipun dengan cara yang sederhana dalam proses pembelajarannya, namun Metode ACM tetap mengacu pada indikator keberhasilan. Dengan teknik pengajaran yang unik dan khas, Metode ACM bisa diajarkan oleh tutor pada warga belajar dengan karakteristik yang berbeda-beda. Keunggulan lainnya adalah ketika tutor menggunakan metode ini bukan mengajar, tetapi hanya mendorong, hingga tutor hanya Tut Wuri Handayani. WB dianggap telah memiliki persiapan dengan pengetahuan tersedia. WB membuka bahan ajar atau melihat alat peraga/papan tulis tidak dalam keadaan kosong. Karena sudah memiliki persiapan, maka WB tinggal membaca sendiri, memisah sendiri, memilih sendiri dan memadu sendiri. Sehingga WB  tampak  cerdas. Proses pembelajaran dengan metode ini disebut juga Cara Belajar Aktif.

By : Nur Tsuroyah, M.Pd
Instruktur Metode ACM


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ACM Bagian III: METODE ACM SANGAT EFEKTIF UNTUK PROGRAM PERCEPATAN PENUNTASAN BUTA AKSARA

Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Dengan pendidikan yang bermutu, akan tercipta sumber da...